Senin, 21 November 2011

Alangkah Lucunya (Negeri Ini)

Judul Film : Alangkah Lucunya Negeri Ini
Skenario   : Muzfar Yasin
Sutradara  : Deddy Mizwar
Durasi       : 115 menit
Pemeran   : Reza Rahardian, Deddy Mizwar, Jaja Miharja, Slamet Rahardjo, Tio Pakusadewo, Asrul Dahlan, Ratu Tika Bravani, Rina Hasyim, Sakurta Ginting, Sonia, dan Teuku Edwin.


                  Alangkah Lucunya Negeri Ini, dari judulnya saja telah menggelitik dan mengundang tanya.
Mungkin bagi beberapa kritisi di negeri kita ini sudah berulang kali berpikir dan berdiskusi tentang alangkah lucunya negeri ini. Namun, Deddy Mizwar mengungkapkannya dalam sebuah film yang sangat worth to be watched. Sederhana, ya film ini memiliki ide dan alur cerita yang sederhana. Deddy Mizwar sebagai sutradara terlihat lebih mengutamakan pesan moral dan kritikan terselubung kepada para pemegang kuasa di negeri ini.

                   Berawal dari cerita Muluk (Reza Rahardian) , seorang sarjana di bidang manajemen yang sibuk mencari kerja di ibu kota. Kegigihannya mencari kerja ternyata masih belum menandingi kekejaman ibu kota. Bahkan sampai dua tahun kelulusannya pun Muluk masih menganggur, padahal dia ingin mendapatkan pekerjaan yang bisa dia banggakan kepada ayahnya, Makbul (Deddy Mizwar), seorang penjahit yang sudah mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk menyekolahkan Muluk sampai jenjang perkuliahan.
                   Suatu hari ketika Muluk berjalan kaki mencari pekerjaan di bawah langit ibu kota ida memergoki seorang anak usia sekolah sedang mencopet. Ia pun berkenalan dengan Komet (Angga) , salah satu copet yang sudah terorganisir. Tidak hanya berkenalan dengan Komet, Muluk pun berkenalan dengan copet-copet cilik lain bahkan dengan Jarot (Tio Pakusadewo). Jarot adalah bos dari para copet cilik ini, ia membagi penugasan dalam tiga kelompok sesuai tempat operasinya.
                   Mengenaskan memang, anak-anak usia sekolah malah didayagunakan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab sebagai copet, iya copet, sebuah pekerjaan (kalau copet bisa disebut sebagai profesi) yang tercela dan penuh resiko. Memang, anak-anak dalam film ini nampak menikmati dan bangga dengan hasil copetan mereka namun Muluk berinisiatif untuk mengubah mereka untuk memiliki masa depan yang lebih jelas.
                   Muluk bersama dua temannya, Syamsul (Asrul Dahlan) dan Pipit (Tika Bravani) berusaha mendidik para copet cilik ini agar memiliki masa depan yang lebih jelas daripada lari-lari dikejar masa membelah ibu kota. Mereka bertiga digaji dari sepuluh persen hasil copet yang didapatkan para copet cilik yang budiman ini. Perlahan-lahan mereka mengubah persepsi anak-anak ini tentang pendidikan dan tentang baik-buruk suatu pekerjaan. Tidak mudah memang, tidak semua anak dapat menerima peralihan pekerjaan mereka dari yang semula mencopet menjadi belajar dan mengasong. Ini negara bebas, tiap orang dapat memilih apa yang dia mau, yang ngasong ya ngasong, yang nyopet ya tetep nyopet.
                   “Pendidikan itu nggak penting”
                   Salah satu kutipan dialog dalam film ini yang sangat mengena. Bener nggak sih pendidikan itu nggak penting?  well , mungkin bagi para mahasiswa yang belum merasakan kejamnya dunia kerja memang belum bisa menanggapi statement tersebut. Pahit memang kenyataan bahwa tidak bisa mengelak dari fakta bahwa kita menuntut ilmu setinggi-tingginya juga untuk bekerja nantinya. Menurut saya, mungkin bukan pendidikan yang harus kita pertanyakan penting atau tidaknya. Namun bagaimana kita mendayagunakan apa yang telah kita dapat dari proses pendidikan tersebutlah yang penting. Pendidikan mutlak penting bahkan dalam agama menuntut ilmu adalah salah satu bentuk ibadah bahkan jihad.
                   Dalam film ini juga terdapat sebuah adegan yang mungkin bagi beberapa orang lucu, namun bagi saya adegan ini begitu menyentuh dan menimbulkan perasaan bersalah dalam diri saya. Adegan ketika ayah Muluk dan ayah Pipit berpelukan menangisi apa dosa mereka sehingga anak-anak mereka mendapatkan uang dari hasil copet.
                   Seberapa pun susahnya, orang tua tidak ingin anak-anaknya terjerumus ke tempat yang salah. Memang niat baik Muluk dkk mendidik patut untuk diacungi jempol. Namun, bayaran mereka dari hasil copet tetaplah uang haram. Orang tua selaku mempersembahkan yang terbaik dari yang mereka bisa usahakan. Sepantasnya sebagai anak, kita dapat memberikan yang terbaik pula tanpa mengutamakan gengsi.
                   Alangkah Lucunya Negeri Ini patut disaksikan dan dijadikan pelajaran bagi kita, terlebih lagi bagi para pemegang kekuasaan di negeri ini.  seperti yang telah tercantum pada pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara…”  apakah Bapak Ibu sekalian telah mengimplementasikan sebuah kalimat ini? Think about it.
                   Sepantasnya mahasiswa sebagai penerus bangsa dapat membenahi tiap kebobrokan yang kadang terlewatkan seperti kesejahteraan terutama dalam pendidikan dan kesehatan anak bangsa yang nantinya akan menjadi pemuda-pemuda penerus bangsa.
                   Hidup Mahasiswa ! Hidup rakyat Indonesia ! :)

thanks for reading :)
keep positive !
ariesty rafika 
21112011

2 komentar:

  1. Film yang menarik, mampu menyentil hati dengan humor - humor yang mengandung permasalahan sosial

    BalasHapus
  2. iya namun endingnya yg aku kurang ngerasa gregetnya. tapi emang sepertinya film ini lebih mengutamakan pesan moral dibanding alur cerita.

    BalasHapus