ai, selama kamu di sini kamu sudah dapet sesuatu nggak? pelajaran yang bikin kamu ngerasa hidup kamu berubah? - Deny, temanku seangkatan di perkuliahan saat menjengukku sore itu bersama zharfan di hari ke sekian belas aku dirawat inap.
well, jujur ketika itu aku tidak bisa mendapatkan pelajaran karena yang ada di pikiranku hanya sakit ini benar-benar tidak bisa dipercaya, aku merasa sehat, ya setidaknya untuk sekedar dirawat di rumah pun seharusnya tidak masalah -menurutku, mahasiswa Sistem Informasi yang gagal masuk kedokteran- sampai-sampai seringkali aku menanyakan ke dokterkapan boleh pulang dan akhirnya hanya kecewa berat karena belum juga dibolehkan pulang. tapi semua berubah ketika telah mencapai minggu ketiga, aku sudah pasrah, yah sudah lebih tenang dan bisa berpikir agak jernih tentang musibah ini, musibah yang tentu setiap orang miliki dengan bentuk dan level yang berbeda-beda. Sejak itu,aku sangat ingin menuliskan sesuatu, -selain artikel gengsi dan pseudocode tentunya- namun sayang hanya menjadi wacana sampai saat ini, ya, mengenai pelajaran yang aku dapat setelah sembilan belas hari diopname.
memang ada beberapa hal selain nggak menyempatkan waktu untuk sekedar menulis apa yang nantinya mungkin akan aku lupa secara rinci ini, seperti halnya,aku takut nanti tulisan ini malah terkesan seperti curhat dan keluhan karena ya sepertinya kecenderungannya akan begitu ketika seseorang belum banyak jam terbang menulisnya, hanya bisa berharap tidak akan ada yang tersinggung atau merasa terganggu dengan tulisan di tengah kebosanan dan ketidaktahuan akan tugas-tugas perkuliahan yang semakin kejam.
iya, aku mendapatkan sesuatu, it's beyond anyting, it's many thing for me.
suatu hari saat aku diopname, aku mendengar teriakan seorang wanita dari kamar sebelah, wanita itu keluarga dari pasien anak-anak yang dirawat di kamar sebelah, info dari mama, anak itu menderita leukimia dan autisme. she screams loud and trust me, it sounds so pathetic till I wanna cry. Dia berteriak memanggil suster dengan suara yang terdengar begitu menyayat hati, entah itu ibu, kakak, atau siapa pun dari anak itu, aku bisa mendengar kekhawatiran dari suaranya. sampai detik ini, aku tidak pernah lupa suara itu, setiap teringat suaranya aku selalu berpesan pada diriku bahwa sekali pun tidak sempurnanya kita, selalu ada orang-orang di sekitar kita yang begitu menyayangi kita dan tidak ingin melihat kita terluka, baik secara fisik maupun batin. teriakan wanita itu selalu mengingatkanku untuk tidak akan kembali sakit dan harus merepotkan mama dalam menjagaku, melihat apakah infusku berjalan, atau ketika akan habis, bahkan memandikanku. those 19 days make me feel so ashamed, iya malu, aku malu karena tidak bisa berbuat apa-apa sendiri dan harus dibantu, walaupun aku kekeuh mengerjakannya sendiri mama selalu ada dan mencegahku melakukan banyak hal ketika sakit. I hate myself for making her do those many things to me, semakin banyak aku berhutang pada beliau, iya pada mama dan papa, aku berhutang untuk setiap malam yang beliau habiskan saat hamil dan merawatku hingga beranjak dewasa dan bahkan aku menambah hutangku untuk setiap malan yang beliau habiskan tidur di atas tikar lipat saat di rumah sakit. I cried a lot when I was staring at her sleeping deeply, seems like she's so tired. tapi bukan mama memang ketika beliau tidak bisa membesarkan hatiku dan malah berkata "malah enak di sini, mama nggak perlu bersih-bersih rumah, makan juga tinggal beli" this tears me down, she's so precious to me, mengingat aku anak tunggal, ya mungkin memang ini yang disebut kemanjaan anak tunggal. kalau orang bilang anak tunggal pasti dibelikan apapun yang dimau, aku sangat tidak terima dan mengelak, karena sedari kecil ketika aku menginginkan sesuatu aku lebih banyak diam dan menyisihkan dari uang-uang yang diberikan orang tua, karena pun aku tahu materi keluargaku pun bukan di atas rata-rata. tapi untuk perhatian semacam ini, ya mungkin ini tidak bisa dirasakan oleh anak-anak lain yang bukan anak tunggal, I am so blessed being gift a superpatient mom like her.
selain mengenai keluarga, aku mengerti berharganya waktu ketika sehat. kita tentu sering mendengar manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara :
Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma, dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam bahwasannya beliau berkata kepada seorang
laki-laki untuk menasihatinya :
إِغْتَنِمْ
خَمْساًَ قًبْلَ خَمْسٍِ : حَيَاتَكَ
قَبْلَ مَوْتِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَفَرَاغَكَ
قَبْلَ شُغْلِكَ وَشَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَغِنَاكَ
قَبْلَ فَقْرِكَ
”Manfaatkanlah lima (keadaan) sebelum (datangnya) lima
(keadaan yang lain) : Hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, waktu
luangmu sebelum waktu sempitmu, masa mudamu sebelum masa tuamu, dan kayamu
sebelum miskinmu” [HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi].
dan itu benar-benar menjadi pelajaran ketika aku memiliki 24
jam di rumah sakit,dengan infus yang menancap di tanganmu dan mobilitas yang
dilarang terlalu banyak, disitulah kamu akan merasa bahwa sebenarnya 24 jam itu
sangat panjang. ketika sehat tentu kita sering merasa, sehari berlangsung
begitu cepat, apakah benar 24 jam memang tidak cukup untuk menyelesaikan
perkara-perkara dalam hidup kita? coba pikir lagi, apa bukan kita yang tidak
bisa mengorganize waktu dengan baik? sering menunda-nunda, mendahulukan yang
tidak perlu, atau malah kita terlalu banyak mengambil amanah? think again,
trust me 24 hours is enough for doing things right.