Memiliki Papa seorang Perwira
yang ditempa dalam pendidikan militer yang begitu keras dan disiplin sudah membuatku
terbiasa dalam suasana keluarga yang
mungkin tidak sehappy keluarga lain, it’s really happen. haha. Kolot, begitulah
satu kata yang mungkin tepat untuk mendeskripsikan Papa. Beliau menganggap memahami segala hal lebih
dari orang lain, baginya pendapatnya yang paling benar dan tidak terima ketika
tidak didengar, ya tipikal dosen killer gitu deh.
Berselisih paham dengan Papa
sudah seperti makan nasi mungkin bagiku, haha durhaka ya, iya sih. Tapi ya
rasakan sendiri lah menemui orang yang bisa dibilang fotokopi birumu dalam
bentuk yang berumur lebih tua dan berlawanan jenis kelamin. Aku lebih banyak
diam ketika di rumah ada Papa, daripada salah ngomong mending diam, begitu
bagiku. Tapi kesannya malah jahat ya kayanya haha T_T. seringkali aku sampe
terharu biru kalo nonton film yang menggambarkan hubungan ayah sama anak contohnya
seperti Armageddon , sesenggukan banget jadinya. Atau ketika melihat anak lain
bisa begitu akrab dengan ayahnya. Begitulah sedikit mengenai Papa.
Singkat cerita, sampai beberapa
hari yang lalu rencana pulang kampungku tahun ini ke Payakumbuh, Sumatera Barat
adalah perjalanan tunggal sampai ke tempat nenek dari mama berada. Sudah sering
aku meminta mama untuk ikut serta pulang kampung menemui nenek yang sudah
sangat rindu kami, namun memang keadaan rumah yang sedang direnovasi sebagian
(karena atap sering bocor sampe menggenang air di dalem -_-) rasanya nggak
mungkin untuk ditinggalkan, belum lagi banyak peliharaan burung yang harus
dikasih makan beberapa kali sehari, mengecewakan. Bukan masalah aku tidak
berani ke kampung sendirian, apa susahnya duduk di pesawat lalu menyambung lewat travel, ya ndak
masalah. Hanya saja, rasanya kurang afdol ketika berlebaran tanpa Mama, dan
atau Papa. Belum lagi ketika nanti nenek yang notabene sudah berusia 80tahun-an
bertanya mengapa Mama tidak turut serta, rasanya lebih banyak nggak teganya
untuk menjawab, maklum terakhir kali Mama dan Aku ke sana adalah ketika liburan
pertengahan kelas 3 SMA, dan bukan saat lebaran. Sedangkan Idul Fitri terakhirku di sana adalah ketika
kelas 5 SD. Bersyukurlah bagi yang bisa selalu pulang kampung menemui keluarga
besar di Hari raya. :’)
Sampai kemarin siang Mama
bercerita padaku ketika Bongsu (sebutan anak bungsu dalam keluarga di Minang),
adik Mama di Batam menelpon dan bertanya dengan kagetnya
“Uni jadi ikut ke Padang ya sama
ai?”
“Kato Sia?” Mama menjawab
“Mama” Bongsu menjawab di
seberang telepon.
Mama bercerita sambil hampir
meneteskan air mata, “kayanya nenek sudah bener-bener berharap Mama pulang deh
ai, gimana ya, tapi mama juga sudah bulatkan tekad gak pulang buat nyelesaiin
rumah ini, lagian juga belum dapet izin dari Papa”.
Aku Cuma terdiam, sambil mikir
harus gimana, sedih juga sih, sampai nenek begitu berharapnya Mama pulang, apa
dipindah nama aja ini tiket yang udah kebeli.
………………………….................................................................................................................
Beberapa jam kemudian Papa pulang
kantor, ketika Mama menemani tetangga ke mana gitu aku lupa.
Sebenarnya, jujur saja, bicara
sama Papa pilihan terakhir banget deh kalau nganggur di rumah haha
astaghfirullah, tapi ya iseng-iseng aku cerita.
“Pa, masa nenek ngomong sama
Bongsu kalau mama pulang sama ai loh. Kayanya nenek uda ngarep banget mama
pulang lo pa, kasian ya”
“…………….” Papa diam, belum
menyahuti.
“pulang lah pa, Papa juga ikut
ya. Ndak akan habis uang kalau buat silaturahmi Pa, kita kan tahu Silaturahmi
memperpanjang usia dan menambah rezeki, mana tau pulang-pulang dari sana papa
dapet rezeki banyak, ai juga kuliahnya jadi lancar. Papa ingat kan ai pulang
kemarin pas kelas 3 SMA, mungkin kalau ai gak pulang kampung dulu ai belum
tentu lulus SNMPTN, itu juga berkat doa nenek lo Pa. nenek pasti seneng dikunjungi anak cucunya
jadi doanya juga manjur banget.”
Setelah lama terdiam….. “tapi
papa libur Cuma seminggu nak, mama aja mungkin yang bisa ya?”
Aku seketika sumringah, memang
belum ada kata persetujuan tapi itu kaya udah 80% boleh bagiku.
“Coba cari tiket buat Mama di
tanggal yang sama kaya ai deh” papa melanjutkan.
“loh? Senin besok? Itu cepet
banget lo pa, 3 hari lagi, papa sama siapa di sini? Ngurusin rumah sama
peliharaan, gak usah bareng ai gapapa yang penting mama pulang. Akhir Juli gitu
aja lo Pa.”
“udah Papa gak usah dipikirin,
cek aja dulu tiketnya.”
Tiba-tiba mama datang masuk ke
kamarku.
“Selamat Mama kita pulang bareng
looooooo” aku menyahut begitu senang
Saking kagetnya Mama sampe
ngeliatin Papa nanya kepastian.
“Iya udah, biar dicek dulu
tiketnya sama ai” kata Papa mengkonfirmasi.
Itu singkat dialognya sih,
aslinya mama juga keberatan kalau bareng sama aku, alasan kita berdua sama lah,
ga tega kalau Papa harus sendirian, tapi ya namanya juga Papa, gak mau
dikasianin deh, tenang semua beres kalau sama Papa. Hmm
Malam itu sambil ngecek tiket aku
berulang kali nanya kepastian sama Papa sampe papa bosen kayanya ngomong nggak
papa. Akhirnya aku nangis terharu, lebay, ya mungkin aja, tapi aku ngerasa Papa
baik banget nget nget, beliau bukan orang yang mudah berubah hati dan
pikirannya, sangat keras kepala, tak ayal hal tersebut tentu membuatku
sangaaaaaaatttt terharu. aku nangis antara seneng mama akhirnya ikut dan gak
tega ninggal Papa sendirian. Tapi aku percaya, Papa terlalu hebat untuk
dikhawatirkan.
Dan Alhamdulillah juga hari ini
mbak Su datang dari Probolinggo, jadi gak khawatir banget sama Papa, semoga
mbak Su sabar aja ngehadepin Papa yah.
Bukan, bukan cerita soal kehidupanku
di atas yang jadi sorotan, tapi coba resapi, ada banyak hal yang bisa jadi
pelajaran bagi diriku sendiri.
Pertama, betapa pentingnya
komunikasi. Coba sampai kemarin sore aku tidak iseng mengobrol dengan Papa dan
bertahan dengan kemalasanku berbicara dengan Papa. Well, kemungkinan besar aku
tetap pulang kampung sendiri.
Kedua, orang sekeras apapun ya,
kalau diomongin baik-baik secara faktual dan dari hati ke hati, ndak mungkin
ndak luluh, terlebih ketika itu adalah orang terdekatmu. Jangan dulu takut
kepada seseorang bahkan ketika kamu belum mencoba berbicara dengannya.
Ketiga, di sinilah kita melihat
peran Allah sebagai Maha Pemilik Hati, ya Dialah yang membolak-balikkan hati
Manusia. Dan aku yakin Dia pula lah yang akan menjaga Papa dan Mbak Su selama
kami pulang kampung.
Keempat, sekesel-keselnya kita
sama seseorang, ayah, ibu, adik, kakak, atau teman sekalipun. Kita ndak akan
pernah punya alasan untuk membenci, karena, ya pada hakikatnya memang manusia
pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebagai manusia, seorang makhluk social,
tentu kita harus saling memaklumi dan melengkapi, lalu untuk apa kita saling
membenci? Kita malah tidak bisa mendapatkan dan member manfaat antara satu sama
lain.
Terakhir, mungkin ini bagian dari
berkah Ramadhan yang Allah janjikan , ya inilah salah satu bentuknya, ini
priceless banget buat aku. Alhamdulillah yaRabb :’)
Laa tahzan wa laa takhaf,
Innallaha ma’anna. Janganlah engkau bersedih dan jangan kau takut, sesungguhnya
Allah bersama kita.
Terima kasih sudah membaca.
Sorry for the long post, semoga
bermanfaat. :)
0 komentar:
Posting Komentar