Sabtu, 20 Juli 2013

berkah ramadhan


Memiliki Papa seorang Perwira yang ditempa dalam pendidikan militer yang begitu keras dan disiplin sudah membuatku terbiasa dalam suasana keluarga  yang mungkin tidak sehappy keluarga lain, it’s really happen. haha. Kolot, begitulah satu kata yang mungkin tepat untuk mendeskripsikan Papa.  Beliau menganggap memahami segala hal lebih dari orang lain, baginya pendapatnya yang paling benar dan tidak terima ketika tidak didengar, ya tipikal dosen killer gitu deh.

Berselisih paham dengan Papa sudah seperti makan nasi mungkin bagiku, haha durhaka ya, iya sih. Tapi ya rasakan sendiri lah menemui orang yang bisa dibilang fotokopi birumu dalam bentuk yang berumur lebih tua dan berlawanan jenis kelamin. Aku lebih banyak diam ketika di rumah ada Papa, daripada salah ngomong mending diam, begitu bagiku. Tapi kesannya malah jahat ya kayanya haha T_T. seringkali aku sampe terharu biru kalo nonton film yang menggambarkan hubungan ayah sama anak contohnya seperti Armageddon , sesenggukan banget jadinya. Atau ketika melihat anak lain bisa begitu akrab dengan ayahnya. Begitulah sedikit mengenai Papa.

Singkat cerita, sampai beberapa hari yang lalu rencana pulang kampungku tahun ini ke Payakumbuh, Sumatera Barat adalah perjalanan tunggal sampai ke tempat nenek dari mama berada. Sudah sering aku meminta mama untuk ikut serta pulang kampung menemui nenek yang sudah sangat rindu kami, namun memang keadaan rumah yang sedang direnovasi sebagian (karena atap sering bocor sampe menggenang air di dalem -_-) rasanya nggak mungkin untuk ditinggalkan, belum lagi banyak peliharaan burung yang harus dikasih makan beberapa kali sehari, mengecewakan. Bukan masalah aku tidak berani ke kampung sendirian, apa susahnya duduk di  pesawat lalu menyambung lewat travel, ya ndak masalah. Hanya saja, rasanya kurang afdol ketika berlebaran tanpa Mama, dan atau Papa. Belum lagi ketika nanti nenek yang notabene sudah berusia 80tahun-an bertanya mengapa Mama tidak turut serta, rasanya lebih banyak nggak teganya untuk menjawab, maklum terakhir kali Mama dan Aku ke sana adalah ketika liburan pertengahan kelas 3 SMA, dan bukan saat lebaran. Sedangkan  Idul Fitri terakhirku di sana adalah ketika kelas 5 SD. Bersyukurlah bagi yang bisa selalu pulang kampung menemui keluarga besar di Hari raya. :’)

Sampai kemarin siang Mama bercerita padaku ketika Bongsu (sebutan anak bungsu dalam keluarga di Minang), adik Mama di Batam menelpon dan bertanya dengan kagetnya
“Uni jadi ikut ke Padang ya sama ai?”
“Kato Sia?” Mama menjawab
“Mama” Bongsu menjawab di seberang telepon.
Mama bercerita sambil hampir meneteskan air mata, “kayanya nenek sudah bener-bener berharap Mama pulang deh ai, gimana ya, tapi mama juga sudah bulatkan tekad gak pulang buat nyelesaiin rumah ini, lagian juga belum dapet izin dari Papa”.
Aku Cuma terdiam, sambil mikir harus gimana, sedih juga sih, sampai nenek begitu berharapnya Mama pulang, apa dipindah nama aja ini tiket yang udah kebeli.
………………………….................................................................................................................

Beberapa jam kemudian Papa pulang kantor, ketika Mama menemani tetangga ke mana gitu aku lupa.
Sebenarnya, jujur saja, bicara sama Papa pilihan terakhir banget deh kalau nganggur di rumah haha astaghfirullah, tapi ya iseng-iseng aku cerita.

“Pa, masa nenek ngomong sama Bongsu kalau mama pulang sama ai loh. Kayanya nenek uda ngarep banget mama pulang lo pa, kasian ya”
“…………….” Papa diam, belum menyahuti.
“pulang lah pa, Papa juga ikut ya. Ndak akan habis uang kalau buat silaturahmi Pa, kita kan tahu Silaturahmi memperpanjang usia dan menambah rezeki, mana tau pulang-pulang dari sana papa dapet rezeki banyak, ai juga kuliahnya jadi lancar. Papa ingat kan ai pulang kemarin pas kelas 3 SMA, mungkin kalau ai gak pulang kampung dulu ai belum tentu lulus SNMPTN, itu juga berkat doa nenek lo Pa.  nenek pasti seneng dikunjungi anak cucunya jadi doanya juga manjur banget.”
Setelah lama terdiam….. “tapi papa libur Cuma seminggu nak, mama aja mungkin yang bisa ya?”
Aku seketika sumringah, memang belum ada kata persetujuan tapi itu kaya udah 80% boleh bagiku.
“Coba cari tiket buat Mama di tanggal yang sama kaya ai deh” papa melanjutkan.
“loh? Senin besok? Itu cepet banget lo pa, 3 hari lagi, papa sama siapa di sini? Ngurusin rumah sama peliharaan, gak usah bareng ai gapapa yang penting mama pulang. Akhir Juli gitu aja lo Pa.”
“udah Papa gak usah dipikirin, cek aja dulu tiketnya.”
Tiba-tiba mama datang masuk ke kamarku.
“Selamat Mama kita pulang bareng looooooo” aku menyahut begitu senang
Saking kagetnya Mama sampe ngeliatin Papa nanya kepastian.
“Iya udah, biar dicek dulu tiketnya sama ai” kata Papa mengkonfirmasi.
Itu singkat dialognya sih, aslinya mama juga keberatan kalau bareng sama aku, alasan kita berdua sama lah, ga tega kalau Papa harus sendirian, tapi ya namanya juga Papa, gak mau dikasianin deh, tenang semua beres kalau sama Papa. Hmm

Malam itu sambil ngecek tiket aku berulang kali nanya kepastian sama Papa sampe papa bosen kayanya ngomong nggak papa. Akhirnya aku nangis terharu, lebay, ya mungkin aja, tapi aku ngerasa Papa baik banget nget nget, beliau bukan orang yang mudah berubah hati dan pikirannya, sangat keras kepala, tak ayal hal tersebut tentu membuatku sangaaaaaaatttt terharu. aku nangis antara seneng mama akhirnya ikut dan gak tega ninggal Papa sendirian. Tapi aku percaya, Papa terlalu hebat untuk dikhawatirkan.

Dan Alhamdulillah juga hari ini mbak Su datang dari Probolinggo, jadi gak khawatir banget sama Papa, semoga mbak Su sabar aja ngehadepin Papa yah.
Bukan, bukan cerita soal kehidupanku di atas yang jadi sorotan, tapi coba resapi, ada banyak hal yang bisa jadi pelajaran bagi diriku sendiri.

Pertama, betapa pentingnya komunikasi. Coba sampai kemarin sore aku tidak iseng mengobrol dengan Papa dan bertahan dengan kemalasanku berbicara dengan Papa. Well, kemungkinan besar aku tetap pulang kampung sendiri.
Kedua, orang sekeras apapun ya, kalau diomongin baik-baik secara faktual dan dari hati ke hati, ndak mungkin ndak luluh, terlebih ketika itu adalah orang terdekatmu. Jangan dulu takut kepada seseorang bahkan ketika kamu belum mencoba berbicara dengannya.
Ketiga, di sinilah kita melihat peran Allah sebagai Maha Pemilik Hati, ya Dialah yang membolak-balikkan hati Manusia. Dan aku yakin Dia pula lah yang akan menjaga Papa dan Mbak Su selama kami pulang kampung.
Keempat, sekesel-keselnya kita sama seseorang, ayah, ibu, adik, kakak, atau teman sekalipun. Kita ndak akan pernah punya alasan untuk membenci, karena, ya pada hakikatnya memang manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebagai manusia, seorang makhluk social, tentu kita harus saling memaklumi dan melengkapi, lalu untuk apa kita saling membenci? Kita malah tidak bisa mendapatkan dan member manfaat antara satu sama lain.
Terakhir, mungkin ini bagian dari berkah Ramadhan yang Allah janjikan , ya inilah salah satu bentuknya, ini priceless banget buat aku. Alhamdulillah yaRabb :’)
Laa tahzan wa laa takhaf, Innallaha ma’anna. Janganlah engkau bersedih dan jangan kau takut, sesungguhnya Allah bersama kita.
Terima kasih sudah membaca.
Sorry for the long post, semoga bermanfaat. :)

0 komentar:

Posting Komentar