Bismillah Walhamdulillah Was Salaatu Was Salaam 'ala Rasulillah
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Saudara-saudariku yang dikasihi Allah,
Sudah menjadi kewajiban bagi kita sebagai umat Muslim untuk saling nasehat-menasehati di dalam kebenaran, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-Ashr ayat ke-3 yang berbunyi
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Shalat merupakan tiang agama, untuk itu pelaksanaan shalat harus didasari dengan rukun-rukun dan juga cara pelaksanaan yang benar. Selama ini mungkin masih banyak Makmum yang masih shalat mendahului Imamnya. Berikut ini saya mengutip materi mengenai cara shalat yang betul dari buku karya Imam Ahmad bin Hanbal, semoga Allah selalu merahmatinya.
Perhatikanlah hadits Rasulullah SAW di mana beliau bersabda :
“Dijadikan Imam seseorang adalah untuk diikuti, sebab itu bila ia sudah bertakbir, maka hendaklah kamu bertakbir, dan janganlah kamu bertakbir – sehingga ia bertakbir, dan bila ia ruku', maka hendaklah kamu ruku', dan janganlah kamu ruku' sehingga Imam ruku', dan bila ia telah sujud, maka hendaklah kamu bersujud, janganlah kamu bersujud sehingga Imam bersujud.“
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Hurairah, hadits yang Muttafaq' Alaih (Bukhari dan Muslim)
Kemudian hadits selanjutnya yang Muttafaq' Alaih (Bukhari dan Muslim), dari Al-Barraa', ia berkata :
“ Pernah kami (shalat) di belakang Rasulullah (Rasulullah sebagai Imam dan kami sebagai Makmum), maka adalah bila Rasulullah SAW telah membungkukkan badannya dari berdiri untuk bersujud, tidak seorangpun dari kami yang membungkukkan punggung, sehingga Rasulullah SAW telah meletakkan dahi beliau di atas bumi (lantai), sedang para Makmum semuanya tetap berdiri, kemudian baru mereka mengikuti beliau (bersama-sama bersujud).”
Hadits dari banyak Sahabat Nabi SAW., mereka berkata :
“ Sungguh Rasulullah SAW sudah lurus berdirinya sedang kami masih dalam kedaan bersujud.”
(Penjelasan : Di kala Rasulullah masih dalam keadaan bergerak badannya untuk bangkit (berdiri) dari sujud, kami semuanya tetap dalam keadaan sujud, dan setelah Rasulullah berdiri lurus barulah kami bangkit dari sujud)
Sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud berbunyi :
“Bahwa ia pernah melihat seorang mendahului Imam, maka berkatalah ia kepada orang itu : Engkau tidak shalat sendirian, dan tidak engkau mengikuti akan Imam engkau.”
(Penjelasan : Orang yang mendahului Imam itu menurut Ibnu Mas'ud tidak dapat dikatakan shalat sendirian (sebab ada Imamnya), dan tidak pula dapat dikatakan shalat barjama'ah, karena ia tidak mengikuti akan Imam yang ada di depannya. Bila tidak shalat sendirian dan tidak pula berjama'ah, berarti ia tidak shalat sama sekali. Artinya tidak sah shalatnya)
Hadits dari Ibnu Umar :
“Bahwa ia melihat seorang mendahului akan Imam. Maka berkata Ibnu Umar kepadanya : Engkau tidak shalat sendirian, tidak pula berimam. Kemudian ia pukul orang itu, dan memerintahkannya agar mengulangi shalat.”
[ Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan Nasaii. Bila shalat orang itu shah, tentu Ibnu Umar tidak akan memerintahkan orang itu kembali mengulangi shalatnya. Jadi teranglah menurut para sahabat menurut para Sahabat Rasulullah SAW bahwa shalat orang yang mendahului akan Imam tidak shah. Sebagai umum mengetahui Ibnu Mas'ud adalah sahabat teralim. Begitu juga Ibnu Umar. Ibnu Mas'udlah tempat orang bertanya, bila Rasulullah sendiri tidak pada tempat.]
Saya ulangi lagi hadits yang telah dikutip di atas :
“Dijadikan Imam seseorang adalah untuk diikuti, sebab itu bila ia sudah bertakbir, maka hendaklah kamu bertakbir, dan janganlah kamu bertakbir – sehingga ia bertakbir, dan bila ia ruku', maka hendaklah kamu ruku', dan janganlah kamu ruku' sehingga Imam ruku', dan bila ia telah sujud, maka hendaklah kamu bersujud, janganlah kamu bersujud sehingga Imam bersujud.“
Kata Nabi SAW : “bila Imam sudah bertakbir hendaklah kamu bertakbir,” maknanya atau cara mempraktekkan ialah agar kamu menunggu Imam sehingga ia selesai bertakbir. Bila Imam sudah selesai bertakbir, dan suaranya sudah terhenti, baru di saat itu kamu (Makmum) bertakbir.
Banyak manusia yang salah memahamkan hadits-hadits tersebut di atas, bahkan banyak yang tidak mengetahuinya, sehingga banyak di antara mereka yang secara ceroboh mengerjakan shalat, memandangnya ringan, dan tidak ambil peduli.
Di saat Imam mulai bertakbir, mereka (Makmum) mulai pula bertakbir. Jadi bersamaan waktunya. Ini salah. Tidak diperbolehkan mereka memulai takbir sehingga Imam selesai mengucapkan takbir, dan sudah putus suaranya. Inilah maksudnya sabda Rasulullah SAW : Izha kabbara l-Imamu fa kabbiru = bila Imam sudah bertakbir, maka (barulah) kamu bertakbir. Seorang Imam tidak dikatakan selesai bertakbir, sehingga ia selesai mengucapkan “Allahu Akbar” . Karena kalau Imam baru mengucapkan “Allahu” kemudian berhenti maka tidaklah dinyatakan ia sudah bertakbir. Dikatakan Imam bertakbir, kalau ia sudah selesai mengucapkan “ Allahu Akbar”. Kemudian barulah banyak orang (Makmum) bertakbir menyebut “Allahu Akbar”, setelah selesai Imam menyebut “Allahu Akbar”.
Jadi, memulai takbir bersamaan dengan Imam adalah salah, berarti meninggalkan apa yang diperintahkan Rasulullah SAW. Sebagai contoh, adalah perkataan : “Bila si Fulan sudah Shalat, maka beromonglah dengannya.” Maknanya ialah bila si Fulan itu sudah selesai mengerjakan shalat, barulah diperbolehkan beromong dengannya. Jadi bukanlah beromong dengan dia ketika ia masih dalam mengerjakan shalat. Begitu pulalah makna perkataan Rasulullah : “Bila Imam sudah bertakbir, maka bertakbirlah kamu”.
Apalagi ada Imam yang kurang mengerti, ia terlalu panjangkan ucapan takbir, sedangkan para pengikut (Makmum) mengucapkannya dengan pendek, maka sudah pasti pengikut sudah mendahului akan Imam. Ini berarti sudah mendahului akan Imam. Maka tidaklah sah shalatnya. Karena itu berarti ia sudah mulai shalat sebelum Imam memulainya. Karena ia selesai bertakbir, sebelum Imamnya selesai. Maka tidaklah sah shalatnya.
Sabda Rasulullah : Izha kabbara wa raka'a, fa kabbiruu warka'uu = Bila Imam sudah bertakbir dan ruku', maka bertakbirlah kamu dan ruku'lah kamu. Maknanya ialah agar kamu menunggu sampai Imam bertakbir dan ruku' dan sudah putus suaranya, sedang disaat itu kamu harus tetap berdiri, kemudian itu baru kamu mengikutinya.
Sabda Rasulullah : Izha kabbara wa sajada, fa kabbiruu wasjuduu = Bila Imam bertakbir dan sujud, maka hendaklah kamu bertakbir dan bersujud. Maknanya ialah agar para Makmum tetap berdiri, sehingga Imam bertakbir, lalu membungkukkan badannya untuk bersujud dan ia meletakkan dahinya di atas lantai (sajadah), atau sesudah terputus suara takbirnya, barulah para Makmum mulai menggerakkan badannya untuk bersujud sambil membaca Allahu Akbar. Itulah yang dinamakan mengikuti Imam.
Sabda Rasulullah SAW : Izha rafa'a ra'sahu wa kabbara, far fa'uu ru'uusakumwa kabbiruu= bila Imam mengangkat kepalanya dan bertakbir maka hendaklah kamu mengangkat kepalamu dan bertakbir, maknanya ialah agar para Makmum tetap dalam keadaan bersujud, sehingga Imam mengangkat kepalanya, lalu bertakbir, dan sebelum putus suara takbirnya, para Makmum tetap dalam bersujud, kemudian baru mereka bangkit dan mengangkat kepala mereka, yaitu sesudah terputus suara takbir dari Imam.
Demikianlah dalam setiap gerak, baik gerak turun atau gerak naik. Janganlah mendahului dan jangan bersamaan, sebab bila dikerjakan bersamaan, ada kemungkinan para Makmum melakukan gerakan yang lebih cepat daripada Imam, sehingga mendahului pada akhirnya sekalipun bersamaan pada awalnya.
Ketahuilah olehmu, sekiranya ada orang yang benar shalatnya, lalu ia melihat orang lain salah atau menyia-nyiakan shalatnya, atau mendahului akan Imamnya, lantas ia diam saja, tidak menegur atau memperbaiki akan kesalahan orang itu, atau tidak menasehatinya, maka ia bersama-sama menanggung dosa bila ia tidak melarang dan menasehati yang salah itu.
Demikianlah shalat yang sempurna itu. Cobalah kamu pikirkan kewajiban dan berhati-hatilah kamu.
Dikutip dari buku karya Imam Ahmad bin Hanbal yang berjudul 'Syadzaratul Balatin, Min Thayyibati Kalimati Salafinash – Shalihin'.
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Penyayang
Assalamu'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh
Saudara-saudariku yang dikasihi Allah,
Sudah menjadi kewajiban bagi kita sebagai umat Muslim untuk saling nasehat-menasehati di dalam kebenaran, sebagaimana firman Allah di dalam surat Al-Ashr ayat ke-3 yang berbunyi
“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Shalat merupakan tiang agama, untuk itu pelaksanaan shalat harus didasari dengan rukun-rukun dan juga cara pelaksanaan yang benar. Selama ini mungkin masih banyak Makmum yang masih shalat mendahului Imamnya. Berikut ini saya mengutip materi mengenai cara shalat yang betul dari buku karya Imam Ahmad bin Hanbal, semoga Allah selalu merahmatinya.
Perhatikanlah hadits Rasulullah SAW di mana beliau bersabda :
“Dijadikan Imam seseorang adalah untuk diikuti, sebab itu bila ia sudah bertakbir, maka hendaklah kamu bertakbir, dan janganlah kamu bertakbir – sehingga ia bertakbir, dan bila ia ruku', maka hendaklah kamu ruku', dan janganlah kamu ruku' sehingga Imam ruku', dan bila ia telah sujud, maka hendaklah kamu bersujud, janganlah kamu bersujud sehingga Imam bersujud.“
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Abu Hurairah, hadits yang Muttafaq' Alaih (Bukhari dan Muslim)
Kemudian hadits selanjutnya yang Muttafaq' Alaih (Bukhari dan Muslim), dari Al-Barraa', ia berkata :
“ Pernah kami (shalat) di belakang Rasulullah (Rasulullah sebagai Imam dan kami sebagai Makmum), maka adalah bila Rasulullah SAW telah membungkukkan badannya dari berdiri untuk bersujud, tidak seorangpun dari kami yang membungkukkan punggung, sehingga Rasulullah SAW telah meletakkan dahi beliau di atas bumi (lantai), sedang para Makmum semuanya tetap berdiri, kemudian baru mereka mengikuti beliau (bersama-sama bersujud).”
Hadits dari banyak Sahabat Nabi SAW., mereka berkata :
“ Sungguh Rasulullah SAW sudah lurus berdirinya sedang kami masih dalam kedaan bersujud.”
(Penjelasan : Di kala Rasulullah masih dalam keadaan bergerak badannya untuk bangkit (berdiri) dari sujud, kami semuanya tetap dalam keadaan sujud, dan setelah Rasulullah berdiri lurus barulah kami bangkit dari sujud)
Sebuah hadits dari Ibnu Mas'ud berbunyi :
“Bahwa ia pernah melihat seorang mendahului Imam, maka berkatalah ia kepada orang itu : Engkau tidak shalat sendirian, dan tidak engkau mengikuti akan Imam engkau.”
(Penjelasan : Orang yang mendahului Imam itu menurut Ibnu Mas'ud tidak dapat dikatakan shalat sendirian (sebab ada Imamnya), dan tidak pula dapat dikatakan shalat barjama'ah, karena ia tidak mengikuti akan Imam yang ada di depannya. Bila tidak shalat sendirian dan tidak pula berjama'ah, berarti ia tidak shalat sama sekali. Artinya tidak sah shalatnya)
Hadits dari Ibnu Umar :
“Bahwa ia melihat seorang mendahului akan Imam. Maka berkata Ibnu Umar kepadanya : Engkau tidak shalat sendirian, tidak pula berimam. Kemudian ia pukul orang itu, dan memerintahkannya agar mengulangi shalat.”
[ Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan Nasaii. Bila shalat orang itu shah, tentu Ibnu Umar tidak akan memerintahkan orang itu kembali mengulangi shalatnya. Jadi teranglah menurut para sahabat menurut para Sahabat Rasulullah SAW bahwa shalat orang yang mendahului akan Imam tidak shah. Sebagai umum mengetahui Ibnu Mas'ud adalah sahabat teralim. Begitu juga Ibnu Umar. Ibnu Mas'udlah tempat orang bertanya, bila Rasulullah sendiri tidak pada tempat.]
Saya ulangi lagi hadits yang telah dikutip di atas :
“Dijadikan Imam seseorang adalah untuk diikuti, sebab itu bila ia sudah bertakbir, maka hendaklah kamu bertakbir, dan janganlah kamu bertakbir – sehingga ia bertakbir, dan bila ia ruku', maka hendaklah kamu ruku', dan janganlah kamu ruku' sehingga Imam ruku', dan bila ia telah sujud, maka hendaklah kamu bersujud, janganlah kamu bersujud sehingga Imam bersujud.“
Kata Nabi SAW : “bila Imam sudah bertakbir hendaklah kamu bertakbir,” maknanya atau cara mempraktekkan ialah agar kamu menunggu Imam sehingga ia selesai bertakbir. Bila Imam sudah selesai bertakbir, dan suaranya sudah terhenti, baru di saat itu kamu (Makmum) bertakbir.
Banyak manusia yang salah memahamkan hadits-hadits tersebut di atas, bahkan banyak yang tidak mengetahuinya, sehingga banyak di antara mereka yang secara ceroboh mengerjakan shalat, memandangnya ringan, dan tidak ambil peduli.
Di saat Imam mulai bertakbir, mereka (Makmum) mulai pula bertakbir. Jadi bersamaan waktunya. Ini salah. Tidak diperbolehkan mereka memulai takbir sehingga Imam selesai mengucapkan takbir, dan sudah putus suaranya. Inilah maksudnya sabda Rasulullah SAW : Izha kabbara l-Imamu fa kabbiru = bila Imam sudah bertakbir, maka (barulah) kamu bertakbir. Seorang Imam tidak dikatakan selesai bertakbir, sehingga ia selesai mengucapkan “Allahu Akbar” . Karena kalau Imam baru mengucapkan “Allahu” kemudian berhenti maka tidaklah dinyatakan ia sudah bertakbir. Dikatakan Imam bertakbir, kalau ia sudah selesai mengucapkan “ Allahu Akbar”. Kemudian barulah banyak orang (Makmum) bertakbir menyebut “Allahu Akbar”, setelah selesai Imam menyebut “Allahu Akbar”.
Jadi, memulai takbir bersamaan dengan Imam adalah salah, berarti meninggalkan apa yang diperintahkan Rasulullah SAW. Sebagai contoh, adalah perkataan : “Bila si Fulan sudah Shalat, maka beromonglah dengannya.” Maknanya ialah bila si Fulan itu sudah selesai mengerjakan shalat, barulah diperbolehkan beromong dengannya. Jadi bukanlah beromong dengan dia ketika ia masih dalam mengerjakan shalat. Begitu pulalah makna perkataan Rasulullah : “Bila Imam sudah bertakbir, maka bertakbirlah kamu”.
Apalagi ada Imam yang kurang mengerti, ia terlalu panjangkan ucapan takbir, sedangkan para pengikut (Makmum) mengucapkannya dengan pendek, maka sudah pasti pengikut sudah mendahului akan Imam. Ini berarti sudah mendahului akan Imam. Maka tidaklah sah shalatnya. Karena itu berarti ia sudah mulai shalat sebelum Imam memulainya. Karena ia selesai bertakbir, sebelum Imamnya selesai. Maka tidaklah sah shalatnya.
Sabda Rasulullah : Izha kabbara wa raka'a, fa kabbiruu warka'uu = Bila Imam sudah bertakbir dan ruku', maka bertakbirlah kamu dan ruku'lah kamu. Maknanya ialah agar kamu menunggu sampai Imam bertakbir dan ruku' dan sudah putus suaranya, sedang disaat itu kamu harus tetap berdiri, kemudian itu baru kamu mengikutinya.
Sabda Rasulullah : Izha kabbara wa sajada, fa kabbiruu wasjuduu = Bila Imam bertakbir dan sujud, maka hendaklah kamu bertakbir dan bersujud. Maknanya ialah agar para Makmum tetap berdiri, sehingga Imam bertakbir, lalu membungkukkan badannya untuk bersujud dan ia meletakkan dahinya di atas lantai (sajadah), atau sesudah terputus suara takbirnya, barulah para Makmum mulai menggerakkan badannya untuk bersujud sambil membaca Allahu Akbar. Itulah yang dinamakan mengikuti Imam.
Sabda Rasulullah SAW : Izha rafa'a ra'sahu wa kabbara, far fa'uu ru'uusakumwa kabbiruu= bila Imam mengangkat kepalanya dan bertakbir maka hendaklah kamu mengangkat kepalamu dan bertakbir, maknanya ialah agar para Makmum tetap dalam keadaan bersujud, sehingga Imam mengangkat kepalanya, lalu bertakbir, dan sebelum putus suara takbirnya, para Makmum tetap dalam bersujud, kemudian baru mereka bangkit dan mengangkat kepala mereka, yaitu sesudah terputus suara takbir dari Imam.
Demikianlah dalam setiap gerak, baik gerak turun atau gerak naik. Janganlah mendahului dan jangan bersamaan, sebab bila dikerjakan bersamaan, ada kemungkinan para Makmum melakukan gerakan yang lebih cepat daripada Imam, sehingga mendahului pada akhirnya sekalipun bersamaan pada awalnya.
Ketahuilah olehmu, sekiranya ada orang yang benar shalatnya, lalu ia melihat orang lain salah atau menyia-nyiakan shalatnya, atau mendahului akan Imamnya, lantas ia diam saja, tidak menegur atau memperbaiki akan kesalahan orang itu, atau tidak menasehatinya, maka ia bersama-sama menanggung dosa bila ia tidak melarang dan menasehati yang salah itu.
Demikianlah shalat yang sempurna itu. Cobalah kamu pikirkan kewajiban dan berhati-hatilah kamu.
Dikutip dari buku karya Imam Ahmad bin Hanbal yang berjudul 'Syadzaratul Balatin, Min Thayyibati Kalimati Salafinash – Shalihin'.
Well, saya posting kaya gini bukan berarti solat saya udah bener apa lebih baik dari yang lain, tapi setidaknya kita saling mengingatkan apa yang benar dan bersama-sama berubah menjadi yang lebih baik.
thank’s for reading :D
keep positive !
ariesty rafika
18122011
Makasih ya.
BalasHapusNice share. ^^d
http://rausyanfikr-site.blogspot.com/
iyaiyaa haha samasama. ya ampun promote blog dimana-mana -_-
BalasHapustambah komen lagi buat postingan-postingan bermutu. hehe
BalasHapusmakasi-makasii hoho
BalasHapus