Dearest, Papa
Kita jarang
bertukar cerita, Papa lebih banyak mencari tahu kabarku dari Mama. Bahkan
ketika harus menuliskan tentangnya, aku kesulitan menentukan diksi, sulit untuk
menentukan alur agar pesan ini sampai dengan baik kepadanya, kepada seseorang
yang bersedia bekerja dan belajar siang malam untuk masa depan keluarganya.
Kepada seseorang yang telah menjadi teladan bagiku.
Memang, tidak
mudah dan tidak begitu menyenangkan menjadi anak dari seseorang berlatar
belakang militer. Tapi dari beliau pula aku melihat bahwa pendidikan merupakan
hal yang bersifat elementer. Papa adalah orang yang sangat pintar, bahkan
mungkin karena terlalu pintar, seringkali orang-orang di sekitarnya tidak bisa
memahami dengan baik maksud pemikirannya. Sudah mendapatkan pekerjaan yang
mencukupi kebutuhan keluarga tidak membuatnya berhenti belajar, beliau bersedia
kuliah mulai dari S1 bersama orang-orang dengan rentang usia yang cukup jauh
darinya, hingga sekarang sedang menjalani studi S3. Papa menunjukkan padaku
bahwa tidak ada kata cukup untuk belajar.
Dahulu
seringkali hati ini sakit menghadapi kerasnya karakter Papa, lelah dengan
target yang beliau tentukan, bahkan ketika aku sudah mencapai target, beliau
jarang memberi pujian ataupun hadiah seperti yang Papa lain lakukan pada anaknya.
Hal seperti ini membuat aku menjadi orang yang tidak mudah puas, aku selalu
berusaha keras untuk mendapatkan pujian dari Papa.
Sekarang, Papa
sudah tidak muda lagi, ambisinya yang begitu besar sebelumnya tidak lagi
menjadi hal yang utama baginya, beliau sering berterima kasih pada seberapapun
pencapaian yang sudah aku raih, baginya kebahagiaan dan kebutuhanku adalah hal
yang utama. Terima kasih Pa, untuk bentuk apresiasi yang Papa berikan.
Pa, kita mungkin
sering berselisih jalan, berbeda pendapat, bahkan bersitegang. Maafin Ai,
karena kadang terlalu sulit bagi Ai mengikuti segala arahan Papa. Mungkin
karena kita memiliki karakter yang terlalu sama sehingga sulit bagi kita
mengalah satu sama lain. Papa adalah cetak biru karakter yang Ai miliki sekarang,
adalah hal yang mustahil jika Ai tidak menyayangi Papa sebesar Papa menyayangi
Ai.
Maafin Ai,
karena terkadang tidak memahami kesulitan dan kerja keras yang sudah Papa lalui
untuk mempersiapkan masa depan Ai. Terima kasih Pa, karena telah menjadi teladan
yang baik, menjadi motivasi bagi Ai untuk tidak mudah menyerah, dan untuk tetap
memberi arahan walau sering pula Ai abaikan. Selamat hari Ayah, Pa. Papa
mungkin bukan Papa terhebat di dunia, bukan Papa terideal bagi setiap anak di
dunia. Tapi, Papa adalah Papa yang tepat bagi anak dengan karakter seperti Ai.
Terima kasih Pa, tetap sabar menghadapi Ai dan Mama ya Pa. Tunggu saja,
sebentar lagi Ai pasti jadi orang sukses dan memberikan hidup yang lebih nyaman
bagi Papa dan Mama.
like father like daughter , haha nice post ik :3
BalasHapus